Hubungan Kesultanan Banten dan Lampung : Studi Deskriptif Peninggalan Sejarah dan Budaya di Cikoneng - Anyer
Author Buku: Endah Humaedah; Editor, Helmy FB Ulumi.
ISBN: 978-979-000-000-1
Author Resensi: N Ratih Suharti
Tanggal Resensi: 12 Desember 2024
Resensi Buku:
Wujud dan interaksi budaya dan keterbukaan masyarakat Banten tempo dulu dapat dilihat dari berkembangnya perkampungan penduduk yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara seperti Melayu, Ternate, Banjar, Banda, Bugis, Makasar dan dari Jawa sendiri serta berbagai bangsa dari luar Nusantara seperti Pegu (Birma), Siam, Persia, Arab, Turki, Bengali dan Cina. Setidaknya inilah fakta sejarah yang turut memberikan kontribusi bagi kebesaran dan kejayaan Banten.
Interaksi antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat yang lain yang memiliki latar belakang budaya berbeda tentu akan membawa pengaruh satu sama lain. Pengaruh inilah yang menghasilkan persebaran budaya ke berbagai daerah. Seperti halnya di Desa Cikoneng Anyer Banten yang didiami oleh komunitas masyarakat Lampung. Pada masa Sultan Maulana Hasanuddin, Banten memiliki hubungan emosional dengan Lampung, terutama dengan Kerajaan Tulang Bawang, karena Sultan telah meminta bantuan kepada Ratu Darah Putih untuk menyebarkan Islam di Banten dan menaklukan Raja Banten. Oleh karenanya maka banyak dibuat kesepakatan dan perjanjian kerjasama antara Banten-Lampung dalam menghadapi musuh dan menyebarkan Islam.
Hubungan Kesultanan Banten dan Lampung yang sudah terjalin sejak masa Sultan Maulana Hasanuddin dan Ratu Darah Putih ini membuat kesepakatan dalam penyebaran agama Islam. Kemudian hubungan tersebut berlanjut di bidang perniagaan lada dan pada masa kolonial Belanda. Dari hubungan tersebut hingga kini terdapat masyarakat Lampung di Banten dan begitu pula sebaliknya di Lampung. Masyarakat Lampung di Banten menetap di 4 kampung (pak pekom) yaitu Cikoneng, Tegal, Bojong dan Salatuhur. Masyarakat Lampung di Desa Cikoneng tersebut adalah gabungan dari 2 kebudayaan adat Lampung yaitu Pepadun dan Saibatin. Selain itu, ada beberapa benda peninggalan masyarakat Lampung seperti Masjid Cikoneng, Sumur Agung Salatuhur, Kompleks Makam Minak Sangaji dan Kompleks Makam Anyer Tulaksaka yang masih banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah.
Hubungan selanjutnya, ada dua persepsi yang muncul dalam hubungan Lampung-Banten. yang Pertama, hubungan Lampung-Banten terpolakan dalam hubungan dominasi dan subordinasi. Kesultanan Banten dengan latar peradaban, kekuasaan dan penguasaannya atas jalur perdagangan hasil rempah terutama lada sehingga terdapat eksploitasi ekonomi di dalam hubungan tersebut. Kedua, hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme, pada satu sisi Banten membutuhkan hasil lada Lampung yang menopang berjalannya kesultanan dan kesejahteraan rakyat Banten. Di sisi lain petani Lampung memerlukan topangan yang kuat dari kesultanan Banten untuk memasarkan hasil buminya di Nusantara dan mancanegara.
Keterkaitan Lampung dangan Banten juga dibingkai oleh nasionalisme kultural. Selain karena faktor historis perkawinan Fatahillah dengan putri Sinar Alam, juga dilandasi dengan semangat jihad Islam. Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam menjadi antitesis terhadap penjajahan kolonialisme. Pada masa perjuangan kemerdekaan ini, Lampung dan Banten mengalami pergolakan yang hebat dalam melakukan penentangan rakyat terhadap Kolonialisme. Perlawanan tersebut tidak saja terjadi dalam internal lokalitas daerah tetapi melampauinya. Pada masa kolonialisme, Banten dan Lampung saling membantu dalam melawan penjajahan Belanda. (N Ratih Suharti)
Kata Kunci : Kesultanan Banten, Lampung, Cikoneng Anyer, Sejarah, Budaya