Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah / Tere Liye
Author Buku: Tere Liye
ISBN: 978-602-033-161-4
Author Resensi: N Ratih Suharti
Tanggal Resensi: 30 Juli 2025
Resensi Buku:
Pada intinya, Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah adalah kisah tentang pertemuan yang menentukan hidup, keputusan hati yang diuji oleh keterbatasan sosial dan keluarga, serta transformasi diri lewat cinta yang tak mudah tapi mendalam. Novel ini mempertemukan Borno dan Mei melalui simbol sederhana—angpau merah—tetapi menyimpan pesan besar tentang makna cinta, pengorbanan, dan tanggung jawab hidup. Tamatnya kisah tetap menyisakan refleksi manusia yang belajar menerima kenyataan sekaligus berjuang demi kebahagiaan dan cinta sejati.
Dikisahkan saat Borno berusia 12 tahun, Borno kehilangan ayahnya secara tragis. Sebelum meninggal, ayahnya menyetujui untuk mendonorkan jantungnya ke pasien gagal jantung. Borno kecil tidak memahami keputusan tersebut. Setelah lulus SMA, Borno mencoba berbagai pekerjaan: di pabrik karet, petugas di dermaga feri, SPBU terapung. Tapi pekerjaan-perkerjaan itu tak bertahan lama karena konflik batin dan tekanan sosial. Akhirnya, dia memutuskan menjadi pengemudi sepit meski awalnya menolak karena wasiat ayahnya.
Suatu hari, seorang gadis berbaju kuning naik sepit Borno dan meninggalkan sebuah amplop merah—yang ternyata bukan angpau biasa, melainkan pesan penting yang menentukan arah hidup mereka. Sejak itu, Borno berusaha bertemu gadis tersebut: Mei. Hubungan mereka tidak mudah. Mei sering pergi mendadak ke Surabaya tanpa penjelasan. Ayah Mei, yang tak menyetujui hubungan mereka, memperingatkan Borno untuk menjauh karena di masa depan mereka bisa saling menyakiti.
Borno membangun bengkel bersama sahabatnya Andi, belajar dari Pak Tua, dan menghadapi penipuan hingga kegagalan. Dia tidak menyerah dan berhasil mengembangkan bengkel hingga mandiri dan sukses. Ketika Mei jatuh sakit di Surabaya, Borno mendapat kabar melalui bibi: segera buka angpau merah untuk mengetahui alasan sebenarnya dibalik kepergian Mei, dan penyebab orangtuanya menolak hubungan mereka. Isi amplop merah mengungkapkan motif Mei pergi: rasa bersalah, tekanan keluarga, dan konflik moral mengenai donor organ ayah Borno yang ternyata terhubung ke keluarga Mei. Akhir cerita memperlihatkan transformasi Mei yang kehilangan aura misteriusnya dan menjadi lebih ceria, sementara Borno masih mencintai dan mendewasakan diri melalui perjuangannya. (N Ratih Suharti)