1890
Author Buku: Ayu Dewi
ISBN: 978-623-00-6797-6
Author Resensi: N Ratih Suharti
Tanggal Resensi: 25 Juli 2025
Resensi Buku:
"1890" adalah novel sejarah-romantis yang membalut kisah balas dendam dan cinta tak terduga di era kolonial. Dengan narasi yang padu, karakter yang berdimensi, dan konflik moral mendalam, Ayu Dewi berhasil menyajikan cerita yang emosional sekaligus provokatif—menyuguhkan pembaca pada renungan panjang tentang keadilan, pengampunan, dan cinta lintas status sosial.
Pada tahun 1890 dengan berlatar kolonial Hindia Belanda, di Tulangan, Jawa Timur, hidup keluarga ningrat Jawa yang memiliki perkebunan tebu. Anak bungsu, Pamungkas, menjalani masa kecilnya penuh kasih, hingga saat ia berusia 9 tahun—keluarganya diserang saat tanah milik mereka dirampas oleh seorang pengusaha Belanda nakal yang hendak membangun pabrik gula. Tragedi ini menyebabkan kakaknya Pamungkas meninggal dan keluarganya terusir dari tanah kampong halamannya hingga meninggalkan luka mendalam dan benih dendam dalam diri Pamungkas.
Tujuh belas tahun kemudian, Pamungkas tumbuh menjadi seorang pewarta di harian Soerabajasch Handelsblad di Surabaya. Menjadi jurnalis memberinya akses ke arsip lama dan kesempatan untuk menyelidiki tragedi masa kecilnya: siapa dalang sebenarnya, dan bukti apa yang bisa dikumpulkan untuk membalas? Dalam perjalanan penyelidikannya, Pam bertemu Raden Ajeng Utari Kasmirah, putri bangsawan yang ayahnya—seorang administratur pabrik gula—terlibat dalam kerusuhan di masa lalu yang menghancurkan keluarganya Pam. Utari otomatis menjadi sasaran strategi Pamungkas dari semula mendekati demi informasi dan bukti, namun lama-lama jadi tumbuh rasa cinta yang tak terduga. Sehingga Pamungkas terjebak antara dua pilihan yaitu menuntaskan dendamnya atau mengikhlaskan dan menerima cinta dengan Utari. Cinta mereka berlandaskan luka bersama, namun perbedaan kasta dan masa lalu kelam menjadi hambatan batin. Utari sendiri digambarkan sebagai sosok cerdas dan berani menentang norma yang mengekang perempuan di masanya.
Dalam perjalanan konflik ini, muncul Baskara, sahabat Utari sejak kecil dan figur terlupakan yang punya peran penting dalam keluarga dan sosial ruang hingga kehadirannya meningkatkan intensitas konflik dengan mengaitkan tema perbedaan status sosial, gender, dan kolonialisme. Konflik memuncak saat identitas pelaku lama terungkap dan Pamungkas harus menentukan; melanjutkan balas dendam dengan memungkinkan penebusan melalui publikasi, atau memilih memaafkan, menebus luka, dan memulai hidup baru dengan Utari.
Akhir cerita menggantung dengan nuansa pengampunan dan pertanyaan moral tentang keadilan—apakah balas dendam benar-benar menyelesaikan semua luka, atau justru menimbulkan luka baru? (N Ratih Suharti)