Dalem Boncel : Cerita Rakyat Pandeglang

Author Buku: Bambang Eko Purnomosidi

ISBN: 978-623-338-035-5

Author Resensi: N Ratih Suharti

Tanggal Resensi: 09 Desember 2022

Resensi Buku:

Nama BONCEL diambil dari panggilan masa kecilnya. Nama aslinya Raden Tumenggung Adipati (RTA) Wiriadidjaja. Beliau merupakan salah satu bupati Caringin yang lebih dikenal dengan nama kecilnya itu sehingga setelah menjadi bupati beliau mendapat sebutan Dalem Boncel.

Dalem Boncel menjabat bupati Caringin sejak tanggal 5 Juli 1839 sampai dengan 21 Oktober 1849. Beliau menggantikan Raden Adipati Mandoera Radja Djajanegara yg beralih tugas menjadi Bupati Kabupaten Utara Serang.

Menurut cerita asal muasal Dalem Boncel yaitu dari daerah Rumpin Bogor. Pekerjaan mulanya sebagai tukang mencari rumput dan pengurus kuda. Namun pengalamannya sering bertemu dengan majikan yang galak hingga Pun Boncel kabur ke daerah Garut. Riwayat pekerjaan nya menjadi pengurus kuda pejabat dimulai di kabupaten Garut, kemudian menjadi pengurus kuda Kanjeng Dalem Cianjur. Nah, selama menjadi pengurus kuda milik Juragan Kepala inilah Pun Boncel ini sering mendapat tugas menjemput anak Juragan Kepala yang bersekolah di Sekolah Kabupaten.

Bila malam hari ketika anak anak Juragan Kepala nya menghafal, Pun Boncel sering menyimak dan memperhatikan aksara-aksara. Bahkan bila anak juragan kepala telah selesai belajar, Pun Boncel diajari Ha Na Ca Ra Ka kemudian menuliskannya hingga lama kelamaan Pun Boncel dapat membaca dan menulis aksara Sunda.

Ketika hal itu diketahui Juragan Kepala, Pun Boncel dilarang untuk mencari rumput lagi, tetapi ia diperkerjakan sebagai pembantu Juragan Kepala di kantornya. Dan ketika Juragan Kepala diangkat menjadi Patih, Pun Boncel pun diminta untuk menjadi Juru Tulis. Kemudian ketika tuannya diangkat menjadi Cutak (kepala distrik/camat) Pun Boncel diangkat menjadi Assesor. Dan pada akhirnya karena kepandaiannya bergaul serta kamampuan dan kejujurannya dalam bekerja dinilai sangat baik oleh atasannya maka Pun Boncel pun diangkat menjadi seorang Jaksa di Bogor. Belum genap dua tahun menjadi jaksa di Bogor, Pun Boncel mendapat anugrah untuk diangkat menjadi Bupati Caringin.

Selama menjadi Bupati Caringin, Dalem Boncel sangat ditakuti namun sekaligus disukai masyarakatnya, karena punya visi dan misi “Sehat Lahir dan Batin, Sejahtera Bupatinya, Sejahtera pula Rakyatnya.” Namun sayangnya, Pun Boncel tidak lama menjadi Bupati Caringin yaitu sekitar 10 tahunan, karena beliau sakit hingga pada akhirnya wafat pada tahun 1849. Sepeninggal Dalem Boncel, putranya Raden Toemenggoeng Koesoemanagara diangkat menjadi Bupati Caringin pada tanggal 21 Oktober 1849. Berdasarkan beberapa catatan, putranya pun tidak lama menjabat Bupati Caringin, karena pada tanggal 26 Januari 1850 ia digantikan ole Raden Aria Soerianegara.

Kisah hidupnya Dalem Boncel ini berakhir kurang menyenangkan karena ketika suatu hari orang tuanya datang menemui Dalem Boncel, namun Pun Boncel tidak memperdulikan dan tidak mau mengakui kedatangan orangtuanya tersebut malah mengusirnya, sehingga enam bulan kemudian setelah peristiwa pengusiran itu Pun Boncel pun terkena sakit, seluruh tubuhnya terkena penyakit gatal-gatal hingga beliau tersadar penyakit itu datang akibat sikap durhakanya terhadap kedua orangtuanya. Saat Pun Boncel mencari tahu keberadaan kedua orangtuanya untuk meminta maaf dan ampunan nya pun sudah terlambat karena kedua orangtuanya sudah tidak bisa ditemukan lagi. Akibat dari penyakit gatal-gatalnya itulah akhirnya Pun Boncel pun wafat dengan membawa segala penyesalannya.

Saat ini Caringin dikenal juga sebagai pusat peziarahan di Banten, yang memiliki mesjid tua dengan nama Masjid Salafiyah Caringin yang berdiri tepatnya di Jalan Raya Labuan Carita.

Selain itu, terkenalnya daerah Caringin ini dikarenakan di daerah tersebut lahirlah seorang tokoh atau ulama besar bernama KH Asnawi sekitar tahun 1850 yang wafat pada tahun 1937 dan dimakamkan di daerah tsb tepatnya di sebrang Masjid Salafiyah Caringin. KH Asnawi sendiri merupakan murid dari ulama terkenal di Banten yaitu Syekh Nawawi Al-Bantani yang pernah belajar dan memperdalam ilmu agama di Mekkah kepada Syekh Nawawi Al-Bantani.

HIKMAH POSITIF

Tentang perjuangan seorang anak manusia dari golongan masyarakat biasa yang mustahil pada saat itu bisa menduduki jabatan terhormat menjadi seorang Bupati. Lika-liku hidupnya yang penuh penderitaan dan perjuangannya yang dimulai dengan usahanya menguasai kemampuan membaca dan menulis dapat menjadi teladan bagi kita semua. Bahwa membekali diri dengan berbagai kemampuan akan menjadi modal utama untuk dapat mengarungi kehidupan dan meraih berbagai prestasi dengan sukses.