Melacak Asal Muasal Kampung Di Kota Tangerang

Author Buku: Burhanudin

ISBN: 978-602-000-000-0

Author Resensi: N Ratih Suharti

Tanggal Resensi: 10 November 2025

Resensi Buku:

Di tengah deru pembangunan Kota Tangerang sebagai salah satu penyangga utama ibu kota, modernitas tak terelakkan menggerus lanskap. Bukan hanya bangunan fisik yang berubah, tetapi juga ingatan kolektif. Nama-nama tempat seperti Karawaci, Cipondoh, atau Gerendeng, kini lebih sering diasosiasikan dengan gerbang tol, pusat perbelanjaan, atau stasiun kereta, alih-alih dengan makna historis yang melahirkannya. Inilah kekosongan yang coba diisi oleh buku "Melacak Asal Muasal Kampung Di Kota Tangerang". Ditulis oleh Burhanudin dan diterbitkan atas inisiatif Pemerintah Daerah Kota Tangerang, buku ini lebih dari sekadar kumpulan data; ia adalah sebuah misi penyelamatan (salvage) warisan takbenda yang nyaris hilang.

Buku ini adalah sebuah karya penelitian toponimi, studi tentang asal-usul nama tempat. Burhanudin tidak sedang menulis sejarah besar tentang perang atau kerajaan, melainkan sebuah sejarah "dari bawah" (history from below) yang tersimpan dalam folklor dan ingatan lisan para sesepuh. Melalui metodologi sejarah lisan (oral history) yang telaten, buku ini membawa kita dalam perjalanan menelusuri 13 kecamatan di Kota Tangerang. Kita diajak untuk memahami bahwa sebuah nama kampung bukanlah sekadar label administratif. Setiap nama adalah arsip.

Kekuatan utama buku ini terletak pada dua hal: urgensi dan metodologi. Pertama, urgensi. Buku ini hadir di saat yang genting. Melalui buku ini, penulis telah membangun sebuah "monumen" ingatan bagi generasi masa depan.

Kedua, metodologi. Pendekatan metodologi sejarah lisan ini membuat sejarah terasa hidup, personal, dan relevan. Buku ini tidak hanya memberi tahu kita apa namanya, tetapi mengapa nama itu penting bagi komunitas yang memberikannya.

Sebagai buku yang diterbitkan oleh pemerintah daerah, ia berhasil melampaui ekspektasi sebuah terbitan "proyek" yang kaku. Ia ditulis dengan alur yang jelas dan bahasa yang—meskipun sarat dengan data penelitian—cukup mudah diakses oleh publik awam yang ingin tahu lebih banyak tentang "rumah" mereka.

Meskipun buku ini fokus pada deskripsi dan dokumentasi (apa adanya), pembaca mungkin akan mengharapkan analisis yang lebih dalam tentang bagaimana nama-nama ini berinteraksi dengan perubahan sosial, misalnya, bagaimana nama "Cipondoh" yang berbasis alam bertabrakan dengan citra "Cipondoh" sebagai kawasan urban. Namun, sebagai langkah awal dokumentasi, buku ini sudah sangat fundamental.

Pada akhirnya, penulis mengingatkan kita bahwa sebuah kota tidak dibangun hanya dengan semen dan baja, tetapi juga dengan cerita dan ingatan. Buku ini adalah peta untuk menavigasi ingatan tersebut.