Meretas Identitas Gayu
Author Buku: Yusra Habib Abdul Gani
ISBN: 978-602-466-257-8
Author Resensi: N Ratih Suharti
Tanggal Resensi: 11 November 2025
Resensi Buku:
Buku Ini adalah sebuah perjalanan filosofis untuk menantang apa yang kita kira kita ketahui tentang Gayo. Penulis tidak sedang "menciptakan" identitas, melainkan "meretas" (mendekripsi) kode-kode yang terkubur dalam Edet (Adat), legenda, struktur sosial, dan bahasa Gayo. Ia melakukannya dengan satu tujuan: mengembalikan Gayo pada posisi historisnya yang sentral dan berdaulat, sebuah posisi yang menurutnya telah lama didistorsi dan dimarjinalkan oleh historiografi (penulisan sejarah) yang dominan. Buku ini juga merupakan Kumpulan pemikiran Yusra Habib Abdul Gani di bawah tema "Meretas Identitas Gayo" adalah sebuah karya monumental. Ini adalah sebuah investasi intelektual yang krusial, tidak hanya bagi orang Gayo yang ingin memahami akarnya, tetapi juga bagi sejarawan, antropolog, dan siapa saja yang tertarik pada politik identitas dan dekonstruksi sejarah di Indonesia.
Secara tematik, pemikiran penulis dalam karya-karyanya bergerak di tiga poros utama: 1. Poros Sejarah: Kerajaan Linge sebagai Episentrum. Dengan menempatkan Linge sebagai poros, penulis secara efektif menyatakan bahwa Gayo memiliki tatanan konstitusional dan peradaban yang mandiri jauh sebelum entitas politik lain di regional tersebut terbentuk; 2. Poros Filosofi: Edet sebagai Pandangan Dunia. Jika Linge adalah perangkat kerasnya, maka Edet (Adat) adalah sistem operasinya. penulis mengangkat Edet Gayo dari sekadar ritual atau tradisi menjadi sebuah filsafat hidup (weltanschauung). Inilah yang membedakan Gayo; identitas mereka bukanlah identitas etnis yang sempit, melainkan identitas peradaban yang berbasis pada falsafah yang kokoh; 3. Poros Politik: Gugatan terhadap Narasi Dominan. Ia menyoroti bagaimana Gayo (melalui Meurah Johan Syah, turunan Linge) justru berperan dalam pendirian Kerajaan Aceh Darussalam, sebuah fakta yang seringkali menempatkan Gayo sebagai "bawahan" padahal seharusnya "mitra" atau bahkan "induk". "Rencam dan Mencekam" (kekacauan dan cengkeraman) adalah gambaran bagaimana identitas Gayo berjuang untuk tetap eksis di tengah turbulensi politik dan perebutan narasi sejarah.
Kelebihan (Kekuatan Pemikiran)
- Kedalaman Riset: Karya-karya ini jelas merupakan hasil dari perenungan dan penelitian mendalam, menggabungkan data sejarah, filologi (ilmu bahasa), dan filsafat.
- Keberanian Intelektual: penulis tidak ragu untuk menantang narasi mapan dan "zona nyaman" sejarah. Tulisannya provokatif (dalam arti positif) dan memaksa pembaca untuk berpikir ulang.
- Signifikansi Kultural: Bagi masyarakat Gayo, karya-karya ini berfungsi sebagai "obor" pencerahan jati diri. Bagi dunia luar, ini adalah jendela penting untuk memahami Gayo secara utuh, melampaui stereotip kopi atau tari saman.
Kekurangan (Tantangan Pembaca)
- Kepadatan Materi: Ini jelas bukan bacaan ringan untuk akhir pekan. Bahasa yang digunakan cenderung filosofis, akademis, dan padat. Dibutuhkan fokus tinggi untuk mencerna gagasan-gagasannya.
- Segmentasi Pembaca: Karena fokusnya yang mendalam pada Gayo, karya-karya ini mungkin terasa sangat spesifik dan "berat" bagi pembaca umum yang tidak memiliki ketertarikan khusus pada sejarah Gayo atau Aceh.