Sekali Peristiwa di Banten Selatan

Author Buku: Pramoedya Ananta Toer

ISBN: 978-979-97312-9-5

Author Resensi: N Ratih Suharti

Tanggal Resensi: 22 Februari 2023

Resensi Buku:

Novel karya Pramoedya Ananta Toer ini menceritakan tentang perjuangan rakyat di wilayah banten selatan pada akhir tahun 1957, cerita ini merupakan hasil rekaman dari sang penulis. Novel ini menjelaskan tentang bagaimana perjalanan dari Ranta, Ireng (istri Ranta) dua orang pemikul singkong, komandan, pak lurah, dan juragan Musa.

Novel yang menceritakan tentang penindasan yang menggulung orang-orang kecil yang tidak berdaya. Tidak saja dari kaum kolonial, tapi juga dari kaum pemberontak. Dalam novel ini pemberontak yang dimaksud adalah Darul Islam.

Cerita pada novel 'Sekali Peristiwa di Banten Selatan' ini dimulai dengan penggambaran ketenangan suasana alam di desa, Ranta sebagai pemeran utama hidupnya dalam jerat kemiskinan, Ranta dipaksa oleh juragan Musa untuk mencuri bibit di perkebunan, namun apa yang didapatkannya? Ia tidak diupahi bahkan di siksa oleh juragan Musa, kemudian Ranta mencoba bangkit, menguatkan diri untuk bangkit lagi dan melawan juragan musa.

Selain juragan Musa, musuh besar rakyat Banten Selatan adalah Darul Islam (DI) yang selalu menyiksa dan membunuh rakyat. Ranta melaporkan kejanggalan yang ada diantara DI dan juragan Musa pada komandan OKD. Ranta dan komandan OKD mulai menyiapkan strategi, Ranta menginginkan persatuan dan gotong royong seluruh masyarakat desa untuk melawan DI. Kemudian pecahlah pertempuran antara DI dan OKD beserta rakyat Banten selatan dan dimenangkan oleh rakyat.

Pertempuran ini membuka mata rakyat, dimana mereka berpikir bahwa ternyata jika mereka bersatu, bergotong royong, bekerja sama, mereka bisa bangkit dari keterpurukan dan mulai membangun desa. Novel ini merupakan hasil perekaman singkat penulis di wilayah Banten selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan pembunuhan.

Tanah yang subur, tapi masyarakatnya miskin, tidak berdaya, dan lumpuh daya kerjanya. Masyarakat ditindas sedemikian rupa, mereka dipaksa hidup dalam tindihan rasa takut yang memiskinkan dan juga menyakitkan. Lewat tokoh Ranta dan Sang Lurah, penulis menitiskan sebintik rasa kuat untuk meneguhkan rasa percaya diri.

Sebuah keteguhan untuk melawan kemiskinan dan kemalangan dengan rasa solider antara semua rakyat miskin yang direproduksi secara terus menerus oleh kekuatan tirani. Rasa solider itulah yang saat ini kita sebut dengan Gotong Royong. Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat hidup tak boleh redup.

Menurut Pramoedya, semangat hidup itulah yang membuat seseorang bisa hidup dan terus bekerja. Bertolak dari situ Pramoedya bertekad kuat mengobarkan semangat untuk tidak ongkang-oangkang kaki menanti ajal melumat. 'Di mana-mana aku selalu dengar; Yang benar juga akhirnya yang menang. Itu benar; Benar sekali. Tapi kapan? Kebenaran tidak datang dari langit, kebenaran mesti diperjuangkan untuk menjadi benar'...., demikian ungkapan dari seorang Pramoedya Ananta Toer.