Semua Kolom
  • Semua Kolom
  • Judul Buku
  • Author Buku
  • Author Resensi
  • ISBN/ISSN

Aria Wangsakara Tangerang : Imam Kesultanan Banten, Ulama-Pejuang Anti Kolonialesme (1615-1681) / MUFTI Ali

Author Buku: MUFTI Ali

ISBN: 978-602-53710-2-8

Author Resensi: N Ratih Suharti

Tanggal Resensi: 25 Agustus 2023

Resensi Buku:

Raden Aria Wangsakara lahir di Sumedang sekitar tahun 1615 dari pasangan Pangeran Wiraraja I dan Nyi Mas Cipta Putri. Pada awal tahun 1636 diutus ke Mekkah oleh Sultan Banten saat itu, Sultan Abul Mafakhir untuk memohon legitimasi keagamaan bagi Sultan Banten, dan menyalin sejumlah kitab-kitab terutama dalam bidang tasauf dan mempelajarinya di bawah bimbingan sejumlah ulama Mekkah. Peran menonjol Aria Wangsakara dalam misi ini adalah berhasil menyalin kitab-kitab tasauf, Insan Kamil Karya Syeikh Abdul Karim al-Jilli dan menterjemahkannya ke bahasa Jawa-Banten dan sejumlah kitab pelajaran Islam lainnya.

Melalui buku 'Aria Wangsakara Tangerang, Imam Kesultanan Banten, Ulama Pejuang Anti Kolonialisme 1615-1681' yang ditulis Mufti Ali, Aria Wangsakara dikisahkan menjadi salah satu utusan Raja Banten, Mahmud Abdul Qodir untuk pergi bertemu dengan pemimpin di Mekah bernama Sultan Syarif Zaid bin Muhsin. Raden Aria berangkat bersama rekannya bernama Lebe Panji dan Tisnajaya. Tujuan utamanya adalah agar Banten mendapat pengakuan sebagai kesultanan Islam di tanah Jawa.

Aria Wangsakara diberi mandat oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk memimpin peperangan melawan VOC Mei 1658 – Juli 1659. Bahu-membahu dengan Raden Senapati Banten, ia melakukan koordinasi seluruh kekuatan perang dan logistik dalam menghadapi pasukan kompeni di Tangerang. ratusan orang meninggal dunia, sebagian besar mereka memiliki anak dan istri, yang tentu perlu dipikirkan nasibnya pasca kematian suami mereka. Raden Aria Wangsakara kemudian membentuk sebuah taskforce, semacam kelompok kerja untuk meregistrasi jumlah yatim dan janda, kemudian memberikan santunan kepada mereka secara rutin. Pertempuran tak henti-henti berlangsung selama tujuh bulan. Namun, warga Tangerang juga tak pernah patah arang dan memaksa Batavia untuk berunding mengakhiri peperangan yang merugikan mereka. Hingga akhirnya, mereka berhasil mempertahankan Lengkong dari Belanda. Pertempuran itu berakhir begitu ada perjanjian damai pada Juli 1659. Salah satu perjanjian itu menyepakati batas wilayah kekuasaan antara Kesultanan Banten dan Belanda yang menguasai Batavia. Salah satu pasal dari sepuluh pasal dalam perjanjian damai yang ditandatangani pada 10 Juli 1659 itu disebutkan kedua belah pihak bersepakat untuk menentukan batas wilayah Banten dan Batavia dengan tapal batas Sungai Cisadane sejak dari muara, daerah pegunungan sampai Angke-Tangerang yang jatuh ke tangan kompeni.

Raden Aria Wangsakara terus berjuang hingga wafat pada 1720. Raden Aria Wangsakara dinyatakan wafat setelah berperang melawan VOC di Ciledug. Raden Aria kemudian dimakamkan di Lengkong Kyai, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang.