Multatuli
Author Buku: Moechtar
ISBN: 979-419-331-3
Author Resensi: N Ratih Suharti
Tanggal Resensi: 25 Agustus 2023
Resensi Buku:
Buku "MULTATULI Pengarang Besar, Pembela Rakyat Kecil, Pencari Keadilan dan Kebenaran" ini mengemukakan hal-hal yang sifatnya faktual, yang umumnya tidak kita temukan dalam buku 'Max Havelaar'. Dalam buku Multatuli ini justru berisi tentang fakta-fakta lain tentang Douwes Dekker, yang berhasil dihimpun penulis dari berbagai tulisan dalam berbagai penerbitan, baik buku maupun media massa. Misalnya dari buku E.du Perron De Man van Lebak, tulisan C.Vosmeer dalam Studieen over Multatuli's Werken, tulisan Rico Bulthuis yang berjudul De Vreemde Figuur van Eduard Douwes Dekker dalam surat kabar Haagsche Post, dari buku Dr.H.H.J de Leeuwe Multatuli, Het Drama en Het Toneel, tulisan Prof P.J. Veth dalam majalah De Gids, dan lain-lain.
Multatuli, nama pena Eduard Douwes Dekker (1820-1887), tak pernah sirna dari kenangan kolektif orang Indonesia. Pada tahun 1838, ia datang ke Hindia Belanda (Indonesia kini) sebagai amtenar atau pegawai pemerintah kolonial, dan berpindah-pindah dari kantor yang satu ke kantor lainnya. Tapi pada tahun 1856, sebagai Asisten Residen Lebak, Jawa Barat, ia mengundurkan diri dengan hati yang gundah dan pikiran yang gelisah. Ia tak tega menyaksikan rakyat bumiputera diperas dan dianiaya oleh penguasa lokal dan ia tak setuju dengan sikap pemerintah kolonial Belanda yang mendiamkan kezaliman di tanah jajahan.
Multatuli lalu menghunus pena, mengerahkan kata dan mencoba mengunggah kesadaran orang banyak melalui sebuah roman berjudul Max Havelaar yang pertama kali terbit pada tahun 1860. Untuk sebagian, roman ini bersifat autobiografis. Melalui karya sastra yang luar biasa ini, ia membongkar praktek eksploitasi penguasa kolonial atas rakyat bumiputera, menguliti mentalitas kelas menengah Belanda, dan menyerukan keadilan. Inilah roman yang jauh melampaui tabiat medioker dan puas diri sastra Belanda pada masanya, dan segera terkenal di lingkungan internasional. Di Indonesia sendiri, roman itu kemudian diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia dan dibaca oleh begitu banyak orang.
Seperti banyak orang Indonesia lainnya, Moechtar, penulis buku ini, menghormati dan mengagumi Multatuli. Dari pandangan-pandangannya menenai sosok, sikap, tindakan, dan karya Multatuli yang dituangkan dalam buku ini, terasa bahwa Multatuli adalah saksi atas penderitaaan rakyat Indonesia pada suatu masa sekaligus teladan dalam menyuarakan kebenaran dan keadilan. Pandangan demikian diperkaya pula dengan komenar dari berberapa penulis lain yang disertakan dalam buku ini. Hingga batas tertentu, buku ini barangkali dapat memeberikan gambaran mengenai pandangan orang Indonesia dewasa ini perihal Multatuli, sekaligus mengenai harapan abadi akan terwujudnya keadilan dalam kehidupan manusia yang idam-idamkan oleh sastrawan besar itu.