Kerje Sedenge : Bentuk Perkawinan adat Suku gayo / MUCHLIS Gayo
Author Buku: MUCHLIS Gayo
ISBN: 978-602-466-073-4
Author Resensi: N Ratih Suharti
Tanggal Resensi: 31 Agustus 2023
Resensi Buku:
Inti dari judul buku ini yaitu tentang Perkawinan Adat Suku Gayo yang ditulis oleh Muchlis Gayo untuk menyelesaikan Sarjana Mudanya pada tahun 1978 dengan judul Perkawinan Adat Di Tanah Gayo. Skripsi kecil tersebut pernah dijadikan sumber naskah Sandra Tari Perkawinan Gayo Produksi Sanggar Seni Mentari dengan TVRI Pusat tahun 1978 dan telah disiarkan tiga kali oleh TVRI Stasiun Jakarta.
Sejak revolusi kebudayaan manusia mengolah tanah atau colere dan membentuk kehidupan berkelompok yang secara alamiah memunculkan pranata-pranata sosial. Pranata yang melahirkan adat menuju Hukum Adat adalah pranata perkawinan atau norma yang mengatur tatacara perkawinan yang membedakannya dengan hewan. Norma-norma yang lahir dari perkawinan, seperti larangan menikah dalam satu clnad, blah atau marga, pengaturan hak waris, penerus tahta kerajaan dan sebagainya juga dipengaruhi dinamika kelompok tersebut.
Hari ini dinamika tersebut terjadi dalam kehidupan masyarakat adat Gayo yang sudah meninggalkan norma perkawinan adat Gayo atau KERJE SEDENGE, kerje kawin, sedenge masa lampau, yang dikenal dengan istilah "kerje juwelen". Istilah kerje juwelen disebut "Kerje Unyuk". Bentuk perkawinan adat yang telah membuktikan dapat mencegah terjadinya perceraian dan pernikahan usia dini. Saat ini bentuk perkawinan tersebut disebut "Kerje Sedenge", atau perkawinan dahulu kala. Menurut pengamatan penulis, sisa tahapan perkawinan Adat Gayo hanya pada acara mengantar calon mempelai pria ke rumah calon mempelai wanita untuk pelaksanaan "ijab Kabul" atau "Mujule Rempele", dan saat ini sedang diuji oleh PP No 48/2014 yang menawarkan menikah di KUA Rp. 0,- di rumah Rp. 600.000,-, jika 60% masyarakat Gayo memilih menikahkan anaknya di KUA maka tamatlah riwayat perkawinan adat Gayo.
Penulisan buku ini diharapkan bisa menjadi salah satu sumber referensi untuk penyusunan karya ilmiah bagi mahasiswa dan sebagai bacaan ringan atau cermin jati diri bagi masyarakat Gayo. Pemerintah Daerah di Gayo dapat dijadikan sumber pembanding bahwa perkawinan sedenge lebih mampu mempertahankan keutuhan suatu perkawinan dibanding perkawinan kuso kuini. Buku ini juga dapat dijadikan materi Qanun Daerah untuk mewujudkan Masyarakat Gayo Baru tahun 2050, yaitu masyarakat berdarah Jawa berbudaya Gayo.