Semua Kolom
  • Semua Kolom
  • Judul Buku
  • Author Buku
  • Author Resensi
  • ISBN/ISSN

Segregasi, Kekerasan dan Kebijakan Rekonstruksi Pasca-Konflik Di Ambon : Program Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) The Habibie Center (THC)

Author Buku: Tim Peneliti

ISBN: 978-602-99608-3-9

Author Resensi: N Ratih Suharti

Tanggal Resensi: 01 Maret 2024

Resensi Buku:

 Ambon dari dulu telah dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia dengan ciri segregasi yang kuat, baik secara sosial maupun spasial, antara komunitas Kristen dan Islam. Ketika terjadi konflik sosial tahun 1999, penyelesaiannya dilakukan melalui kebijakan rekonstruksi pasca-konflik. Kebijakan ini memiliki akibat tidak langsung dan tidak sengaja (unintended consequence) berupa terciptanya segregasi sosio-spasial baru. Pola kemunculan segregasi pasca-konflik banyak bersumber dari proses pengungsian dan mekanisme penyelesaian pengungsi, khususnya relokasi.

Beberapa kebijakan dan upaya yang dilakukan sebagai prioritas pemerintah daerah pasca-konflik 1999 selain penanganan pengungsi secara tuntas diantaranya adalah rekonsiliasi dan pemulihan kembali tali persaudaraan, pembukaan pemukiman baru yang heterogen, penanganan trauma, bimbingan anak-anak, saresehan, kekerasan sosial dan pembangunan kurikulum orang basu-dara (bersaudara). Banyak upaya strategis yang telah dilakukan oleh masyarakat secara umum untuk mencegah dan menangani konflik atau kekerasan yang terjadi pasca-konflik, upaya tersebut mencakup pelibatan komunitas lain dalam pelaksanaan event atau hari besar agama tertentu, penguatan pesan perdamaian lewat pendidikan dan pengaktifan kembali Pela Gandong.

Berdasarkan data Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) (2002-2012), di antara lima provinsi yang pernah mengalami konflik komunal (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah), Maluku cenderung memiliki intensitas konflik kekerasan yang cukup tinggi. Secara khusus, menurut data NSPK, Kota Ambon masih menjadi wilayah dengan akumulasi angka konflik kekerasan tertinggi pada periode Februari 2002 hingga Desember 2012. Selain itu, konflik di Ambon berbasis identitas (identity-based conflict) tetap dominan. Penguatan identitas ini dirasakan semakin nyata apabila dilihat dari fenomena segregasi secara fisik dan sosial di antara pihak-pihak yang berlainan identitas.

Dari data dan dinamika kondisi tersebut, tim SNPK dari The Habibie Center melakukan penelitian yang secara khusus bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan mendeskripsikan proses terbentuknya segregasi di Ambon pasca-konflik; (2) mengidentifikasi dampak kebijakan pemerintah terhadap segregasi pasca-konflik di Ambon; (3) menjelaskan efek segregasi terhadap timbulnya kekerasan di Ambon pasca-konflik; (4) memahami keikutsertaan lembaga-lembaga dalam mengatasi dampak segregasi terkait kekerasan di Ambon. Penelitian ini sendiri menggunakan pendekatan kualitatif. Data primer dikumpulkan dengan memakai teknik wawancara mendalam, fosus group discussion (FGD) dan observasi. Adapun data sekunder mencakup dokumen, laporan, publikasi akademis, majalah dan media massa, baik secara cetak maupun online. (N Ratih Suharti)

Kata Kunci : Konflik Ambon, Kebijakan Rekonstruksi