Zikiran Sultan : Tradisi Yang Terlupakan

Author Buku: Ahmad Syaikhu

ISBN: 62-284-3813-2

Author Resensi: N Ratih Suharti

Tanggal Resensi: 05 Maret 2024

Resensi Buku:

Tradisi keagamaan Zikiran Sultan Banten sampai saat ini masih bisa disaksikan, hal ini membuktikan bahwa masyarakat Banten sebenarnya masih memegang teguh nilai kearifan lokal dan tradisi-tradisi lama. Meskipun memang, terjangan arus globalisasi dan ombak modernisasi ini tidak bisa dihindarkan. Namun, dengan eksistensi tradisi itu sendiri, menjadi bukti kuat bahwa Banten sejak awal berdirinya, mempunyai model proses Islamisasi yang khas, yang senantiasa memperkuat motivasi beragama masyarakat. Selain itu, meskipun tradisi ini lemah pada perkembangannya, tetapi sangat berperan penting dalam berkontribusi pada tatanan konstruksi sosial masyarakat Islam di Nusantara.

Tradisi zikiran sultan adalah bagian dari tradisi masyarakat Islam Pesisir sebagaimana teori Islam Pesisir mengatakan bahwa tradisi Islam pesisir terbentuk pada upacara atau ritual ibadah dan ritual adat, keduanya dipraktekkan pada pensakralan tiga medan budaya, yakni; makam, masjid dan sumur. Namun dalam tradisi zikiran sultan ini hanya ditemukan pada motivasi kesadaran agama yang boleh dilakukan di bulan Ramadhan. Demikian juga dalam teori Agama Nelayan, namun bedanya Zikiran Sultan tidak berpusat pada kelautan. Oleh sebab itu, senada dalam teori Wawacan Syeh, tradisi zikiran sultan ini adalah hasil pengaruh dari kesakralan dan kekeramatan salah satu Sultan Banten terhadap keyakinan keagamaan penduduk Banten, sehingga dalam keyakinannya itu melahirkan pemujaan dan penghormatan pada ketokohan sultan, yang terbentuk dalam tradisi Zikiran Sultan.

Zikiran Sultan juga merupakan bagian dari tradisi keagamaan yang sebenarnya lebih kepada bentuk Shalawatan atau puji-pujian. Beberapa kalangan menyebutnya dengan Wiridan Ba'da Taraweh atau bisa juga Shalawatan Kenari. Namun istilah Zikiran Sultan lebih populer di tengah masyarakat Kampung Selatip. Tradisi itu awalnyaadalah upacara penyambutan atas datangnya utusan sultan yang membawa perintah Syarif Mekkah sekaligus penobatan gelar sultan di masa Sultan Abul Mafakhir, dalam perkembangannya terjadi dialektika tafsir sehingga membentuk suatu tradisi seperti sekarang ini. Seiring perkembangan waktu, tradisi itu mengalami perubahan diantaranya pada makna bacaan zikiran, penghayatan dalam ritual dan tingkat popularitasnya. Beberapa faktor umum juga mewarnai terjadinya perubahan dalam tradisi tersebut, diantaranya; latar belakang ekonomi, politik, pendidikan, keamanan dan pengaruh kebudayaan lain. Beruntunglah, dengan amanat wasiat ulama, kesakralan momen bulan Ramadhan, legitimasi ketokohan ulama dan dengan didorong semangat keagamaan, fenomena perubahan tersebut tidak begitu signifikan dan keberadaannya masih dapat dipertahankan. Tradisi itu juga sebagai bentuk perwujudan kuatnya keyakinan masyarakat Banten terhadap kekeramatan ketokohan Sultan Banten. (N Ratih Suharti)

 

Kata Kunci : Zikiran Sultan – Tradisi Masyarakat Banten